Karen Dijerat Semua Diam, Ketika Semangat Korps Menghilang dari Tubuh Pertamina

Redaksi
Karen Dijerat Semua Diam, Ketika Semangat Korps Menghilang dari Tubuh Pertamina
Ilustrasi

Jakarta - Bantuan Pertamina Kepada Mantan Direktur Utama PT Pertamina (persero), Karen Agus;awan, yang ditahan akibat pembelian Liquified Natural Gas (LNG) Corpus Chris; Liquefacon (CCL) sangat minimalis. Ada apa dengan Pertamina? Pada saat mantan Direktur Utamanya periode 2009-2014, Karen Agustiawan, terkena musibah tuduhan merugikan negara oleh KPK, tapi seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Padahal kejadian yang menimpa Karen, bisa menimpa siapa saja, termasuk direksi dan komisaris yang saat ini memimpin Pertamina.

Sampai dengan saat ini, tidak ada semangat sesama korps Pertamina. Sama sekali tidak ada esprit de corps, khususnya kepada Karen yang sudah ditahan, demikian juga kepada setiap orang LNG yang dicari-cari kesalahannya. Mereka belum terpikir kalau suatu saat ada kasus hukum yang menimpa mereka, maka mereka juga akan diperlakukan seperti mereka saat ini memperlakukan Karen.

Lihat saja, bagaimana Pertamina mengelola media. Sampai dengan Karen ditahan, ?dak
ada sama sekali pernyataan resmi dari Pertamina, bahwa kontrak Liquified Natural Gas (LNG) Corpus Chris; Liquefacion (CCL) sudah menuai untung trilyunan rupiah.

Pernyataan ini tentu saja akan menggugurkan tuduhan delik tipikor yang unsur utamanya adalah kerugian negara. Unsur kerugian negara ini otomatis gugur apabila terbukti justru kontrak CCL malah menangguk untung. Pernyataan Fadjar Djoko Santoso, sebagai VP Corporate Communication Pertamina, hanyalah sebatas normatif saja.

Sebagai contoh, pernyataan Fadjar hanya menyampaikan bahwa Pertamina menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Fadjar tidak pernah menyatakan, bahwa selain menghormati proses hukum yang berjalan, Pertamina juga dapat menjelaskan apa itu kontrak CCL, dan bagaimana status penjualan kargo-kargo dari CCL sampai dengan saat ini. Kecuekan Pertamina ini sangat aneh dan mengundang banyak pertanyaan.

Setelah melalui pemetaan situasi di Pertamina, ternyata Fadjar dan hampir semua posisi kunci yang seharusnya memberikan bantuan kepada Karen sebagai Mantan Dirut yang sudah berjasa untuk Pertamina itu ternyata diduduki oleh orang-orang dari luar, bukan asli dari Pertamina.

Untuk memudahkan penyebutan, sebut saja orang-orang ini sebagai BAP (Bukan Asli Pertamina). Para pejabat BAP ini tentu saja tidak peduli dan tidak punya empati terhadap Karen. Siapa saja BAP yang mestinya memberikan dukungan kepada Karen, tapi bersikap pasif, cuek, bahkan beberapa malah mempersulit Karen. Mari kita lihat dari susunan manajemen Pertamina yang dari luar Pertamina alias BAP:

1. Nicke Widyawati, Direktur Utama; sesuai penjelasan Internal Auditor, Nicke
sendirilah yang membawa dokumen laporan audit PWC ke Kejaksaan Agung, yang
akhirnya dokumen tersebut mengalir sampai ke KPK.

2. Agus Murdiyatno, Internal Auditor; Agus yang memberi kontrak kepada PWC
seharga Rp3 milyar Rupiah untuk melakukan audit investigasi pengadaan LNG dari
tahun 2011 sampai dengan 2021. Agus menyodorkan laporan hasil audit IA untuk
diendorse oleh PWC. Agus juga melarang Budi Santoso, PWC untuk mewawancara
Karen dengan tujuan yang tidak bisa dimengerti.

3. Muhibuddin/Cahyaning N. Widowati, keduanya adalah kepala legal Pertamina
yang masing-masing adalah jaksa aktif. Muhibuddin digantikan oleh Cahyaning.
Oleh karena mereka dari institusi kejaksaan, maka tidaklah heran kalau mereka
tidak ada sama sekali empatinya kepada Karen. Bukan hanya mereka berdua, di
fungsi Legal Pertamina juga diisi oleh beberapa staf yang juga diambil dari staf
kejaksaan, misalnya Manajer Litigasi diduduki oleh Kiki Ahmad Yani yang juga jaksa KPK aktif.

4. Emma Sri Martini, Direktur Keuangan; sebagai pemegang polis asuransi Director & Officer (D&O), Emma mestinya bertanggung jawab untuk mendukung Karen dalam mencairkan asuransi D&O bagi bantuan hukum Karen, tapi dia lepas tangan dan menyerahkan ke tangan Nicke. Nicke juga tidak pernah memberi pengarahan yang positif membantu Karen kepada CLC dan IA. Akhirnya, bantuan hukum buat Karen, terkesan seadanya.

5. Erry Sugiharto, Direktur Sumber Daya Manusia; Erry mestinya berperan aktif untuk
membantu bukan hanya Karen, tetapi juga seluruh staf LNG yang diperiksa oleh
KPK. Namun Erry tidak pernah berinisiatif membantu. Erry sangat pasif terhadap
persoalan LNG dengan KPK ini. Erry mungkin sedang pusing sendiri karena
namanya disebut-sebut dalam kasus lain di Kejaksaan Agung.

6. Atep Salyadi Dariah Saputra, Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan
Usaha; Atep ini adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan bisnis LNG, termasuk penjualan dan pembelian LNG Pertamina. Atep menolak
memberikan pemberitahuan kepada BPK RI, bahwa hasil penjualan kembali cargo
LNG CCL sudah menangguk untung. Dia juga, dengan alasan tidak jelas, menolak
menandatangani Nota Dinas kepada Direktur Utama perihal Laporan Status
Penjualan Kargo LNG dari Kontrak LNG SPA Corpus Chris? (FOB) Tahun 2019-2030.
Laporan ini merupakan dokumen penting yang dapat membantu alibi Karen tentunya, tapi Atep enggan menandatanganinya.

Secara khusus untuk Nota Dinas yang seharusnya ditandatangani oleh Atep ini, redaksi memperoleh dokumen draft nota dinas tersebut yang tercecer. Isinya sangat
mengejutkan, yaitu bahwa ternyata tuduhan Karen telah merugikan negara ini tidaklah
benar. Kenyataannya menurut dokumen ini bahwa kontrak CCL telah menghasilkan
keuntungan yang luar biasa buat Pertamina.

Beberapa hal yang dijelaskan dalam draft Nota Dinas ini adalah sebagai berikut:

1. Cargo pertama dari CCL adalah pada bulan Juli tahun 2019;

2. Realisasi total pendapatan kontrak CCL sampai dengan saat ini (YTD 31 Agustus
2023) adalah USD2,37 milyar;

3. Komulatif nilai gross profit sebesar USD89,64 dari total pengapalan 89 cargo;

4. Prognosa potensi profit dari September 2023 sampai dengan Desember 2025
adalah USD13,86 juta;

5. Untuk tahun 2026 sampai dengan tahun, 2030, Pertamina akan mendapatkan
potensi keuntungan sebesar USD93,66 juta hingga USD114,08 juta;

6. Selain itu, Pertamina juga masih memiliki UncommiJed Cargo sebanyak 6 cargo
per tahun untuk tahun 2028 sampai dengan 2030.

Dengan demikian, secara komulatif untuk periode 2019 hingga 2030, Pertamina telah
berhasil melakukan penjualan cargo LNG sebanyak 243 cargo dengan total potensi profit sebesar USD217, 45 juta.